Rabu, 10 Oktober 2012

Tugas ekonomi koperasi (softskill) tentang jurnal umum perkembangan koperasi indonesia

 Perkembangan Koperasi Indonesia
Selama 62 tahun koperasi dalam gerakan lambat

Terlepas dari motivasi awal yang muncul, secara kuantitas gerakan koperasi mengalami peningkatan. Secara kualitas? Memang masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh lembaga-lembaga yang berkait dengan koperasi, termasuk pelaku usaha koperasi itu sendiri. Namun bijakkah ketika pembinaan belum maksimal, koperasi harus dibubarkan?
Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional, masih memiliki prospek yang bagus berkait dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Tentunya persoalan ini bisa dimaksimalkan manakala pemerintah pusat hingga daerah satu kata, berupaya maksimal melakukan pembinaan untuk menciptakan proses kemandirian koperasi secara profesional.
Sampai dengan usia ke 62, sejak tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi melalui Kongres I di Tasikmalaya pada tahun 1949, gerakan koperasi Indonesia mengalami dinamika tersendiri. Berbagai sikap pesimis dan optimis terus saja bermunculan. Ini tak terlepas dari persoalan masih banyak lembaga koperasi yang belum bisa menerapkan manajemen secara profesional. Berkait dengan ini, sebuah keharusan bagi pengurus koperasi untuk bersikap lebih profesional. Para pengurus koperasi jangan hanya menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai jabatan sampingan.
 Sampai detik ini pula, tidak sedikit mereka yang menjadi pengurus koperasi tak lebih hanya sebuah jabatan sampingan saja. Karuan saja, kondisi ini menghambat laju kemandirian gerakan koperasi menuju kemandirian secara profesional. Untuk memperbaiki citra, koperasi harus kembali pada jati dirinya dengan membangun organisasi yang profesional. Hal ini sebenarnya sudah tersirat dalam nilai-nilai gerakan koperasi, yaitu persoalan kejujuran, keadilan, tanggungjawab sosial dan menolong diri sendiri.
 seiring dengan perubahan waktu, nilai-nilai yang berada di masyarakat mengalami perubahan. Kondisi ini langsung atau tidak langsung mempengaruhi persepsi anggota koperasi dan juga masyarakat koperasi mengenai perlu tidaknya koperasi dipertahankan, apalagi citra koperasi yang jauh dari yang diharapkan. Konsumerisme merupakan tantangan terbesar bagi robohnya prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dikandung dalam koperasi itu sendiri. Selain itu, Perkembangan gerakan koperasi Indonesia sendiri mengalami pasang surut. Berangkat dari lembaga sosial masyarakat, koperasi berinteraksi dengan banyak lembaga yang ada di masyarakat Indonesia. “Kondisi ini membawa konsekuensi bahwa beberapa aspek internal dan eksternal saling berkaitan dan saling mempengaruhi, seperti misalnya sistem perekonomian yang dianut, kebijakan pemerintah yang diambil pada periode yang bersangkutan, kondisi sumber daya ekonomi dan sumber daya alam serta sumber daya manusia, budaya dan nilai-nilai sosial setempat.
 Salah satu penyebab utamanya adalah absennya spirit kewirakoperasian di kalangan pengurus dan pengelola koperasi. Spirit inilah yang mesti digali dan dibumikan oleh segenap awak-awak koperasi.
Akhirnya, banyak kalangan yang menyarankan untuk memajukan gerakan koperasi di Indonesia, perlu dikembangkan spirit kewirausahaan didalamnya. Namun, yang kurang disadari ialah bahwa kewirausahaan yang dianjurkan banyak kalangan tersebut tidaklah sesuai dengan kebutuhan koperasi itu sendiri.
“Kewirausahaan yang dianut ini bersumber pada konsep ekonomi liberal yang memuja keuntungan dan uang yang sebesar-besarnya sebagai tujuan utama dan menganggap persaingan adalah jiwa dari setiap usaha, seringkali tanpa mempersoalkan cara dan etika didalamnya. Koperasi dan gerakannya tidaklah memerlukan kewirausahaan seperti itu, karena jelas semangatnya tidak sesuai.

Bagi koperasi, yang diperlukan adalah spirit kewirakoperasian, yang tujuan utamanya adalah pelayanan dan kesejahteraan bersama yang berasaskan pada kekeluargaan, kerja sama, dan kesetiakawanan. Atas dasar perbedaan pandangan hidup, keduanya memang berusaha mengembangkan kualitas pribadi pada seseorang apa yang dianggap terbaik, dan unggul.
Keduanya merupakan himpunan pribadi berkualitas, yang bertujuan mengembangkan dan memajukan usaha, berani menghadapi berbagai kesulitan dan mencari solusinya, selalu percaya dan berani hidup di atas kaki sendiri, bersedia mengambil resiko dan memikul tanggung jawab atas segenap tindakannya. Kendati demikian, ada perbedaan mendasar yang terkait dengan tujuan dan asas. Oleh karena itu, koperasi dalam arti yang sebenarnya hanya dapat berkembang dengan kewirakoperasian.
Bersamaan dengan itu, kondisi lingkungan koperasi ikut menentukan perkembangan koperasi itu sendiri. Lingkungan yang tidak ramah, yang mengganggu, apalagi yang memusuhi akan sangat menghambat perkembangan koperasi. Dalam tingkat perkembangan seperti sekarang ini, koperasi masih terlalu lemah untuk dapat mengatasi kesulitan lingkungan dengan kekuatan sendiri. Oleh karena itu, pemerintah harus banyak membantu perkembangan koperasi, terlebih bagi koperasi-koperasi yang baru saja tumbuh dan berdiri.

Perkembangan ekonomi dunia saat ini merupakan saling pengaruh dua arus utama, yaitu teknologi informasi dan globalisasi. Teknologi informasi secara langsung maupun tidak langsung kemudian mempercepat globalisasi. Berkat teknologi informasi, perjalanan ekonomi dunia makin membentuk ”dirinya” yang baru, menjadi Kapitalisme Baru berbasis Globalisasi (Capra 2003; Stiglitz 2005; Shutt 2005). Perkembangan ekonomi inilah yang biasa disebut Neoliberalism. Gelombang besar neoliberalism merupakan puncak pelaksanaan 10 kebijakan Washington Consencus tahun 1989.
Neoliberalisme saat inipun telah merasuki hapir seluruh sistem perekonomian Indonesia. Bentuk neoliberalisme tersebut dapat dilihat dari bentuk kepatuhan terhadap mekanisme pasar dengan ”inflasi sehat” menurut ukuran makro ekonomi. Neoliberalisme juga dilakukan melalui deregulasi dan liberalisasi/privatisasi kelembagaan. Keduanya berujung integrasi dan liberalisasi perdagangan Indonesia dalam lingkaran global, lintas batas negara-negara.
Di sisi lain, Indonesia setelah memasuki era reformasi melalui amandemen UUD 1945 tetap mengusung asas demokrasi ekonomi. Meskipun demokrasi ekonomi yang dimaksud malah menjadi kabur setelah adanya penambahan dua ayat (ayat 4 dan 5) dalam pasal 33 UUD 1945. Dijelaskan Mubyarto (2003) bahwa pikiran di belakang ayat baru tersebut adalah paham persaingan pasar bebas atau neoliberalisme.
Kekeliruan lebih serius dari amandemen keempat UUD 1945 adalah hilangnya kata ”sakral” koperasi sebagai bentuk operasional ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang sebelumnya tercantum dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945. Hilangnya kata koperasi, telah menggiring bentuk usaha sesuai pasal empat, yaitu diselenggarakan dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Efisiensi berkeadilan menurut Mubyarto (2003) jelas memiliki kontradiksi sekaligus bernuansa liberalisme.
Bagaimana koperasi sendiri? Apakah sudah siap dengan kenyataan sejarah seperti itu? Apakah koperasi memang telah melakukan ”strategic positioning” sebagai wadah anggotanya ”bekerjasama” untuk kesejahteraan bersama anggota serta masyarakat, bukannya bekerja ”bersama-sama” untuk kepentingan masing-masing anggota, atau malah manajer dan atau pengurus koperasi? Apakah koperasi juga telah sesuai impian the founding fathers, menjadi sokoguru perekonomian Indonesia?
Apakah jawabannya adalah tekad Dekopin sebagai wadah berkumpulnya koperasi-koperasi dengan Pencanangan Program Aksi Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin 2006)? Atau dengan salah satu Visi Pembangunan KUKM Kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM berkenaan dengan realisasi 70.000 Koperasi Berkualitas tahun 2009?
Banyak sudah program-program prestisius pengembangan koperasi. Koperasi juga tak kunjung selesai dibicarakan, didiskusikan, “direkayasa”, diupayakan pemberdayaan dan penguatannya. Pendekatan yang dilakukan mulai dari akademis (penelitian, pelatihan, seminar-seminar, sosialisasi teknologi), pemberdayaan (akses pembiayaan, peluang usaha, kemitraan, pemasaran, dll), regulatif (legislasi dan perundang-undangan), kebijakan publik (pembentukan kementrian khusus di pemerintahan pusat sampai dinas di kota/kabupaten, pembentukan lembaga-lembaga profesi), sosiologis (pendampingan formal dan informal), behavior (perubahan perilaku usaha, profesionalisme) bahkan sampai pada pendekatan sinergis-konstruktif (program nasional Jaring Pengaman Nasional, pengentasan kemiskinan, Pembentukan Lembaga Penjaminan, Pembentukan Dekopin dari daerah sampai nasional. 

 Pembangunan ekonomi saat ini hanya diarahkan pada kepentingan ekonomi sempit. Dalam perspektif lebih luas perlu perencanaan tujuan pembangunan yang diarahkan kepada pembangunan manusia, bukan terjebak disekitar pembangunan ekonomi. Tujuan pembangunan ekonomi seharusnya tidak sekedar terpusat misalnya pada pertumbuhan, tetapi harus dapat mempertahankan struktur sosial dan budaya yang baik. Pembangunan ekonomi yang banyak merubah keadaan sosial dan budaya menjadi negatif merupakan penyebab munculnya masalah moral.
Mubyarto (2002) menjelaskan ekonomi saat ini juga tidak harus dikerangkakan pada teori-teori Neoklasik versi Amerika yang agresif khususnya dalam ketundukannya pada aturan-aturan tentang kebebasan pasar, yang keliru menganggap bahwa ilmu ekonomi adalah obyektif dan bebas nilai, yang menunjuk secara keliru pada pengalaman pembangunan Amerika, dan yang semuanya jelas tidak dapat menjadi obat bagi masalah-masalah masyarakat Indonesia dewasa ini.
Logika modernisasi menurut kerangka filosofis kapitalisme berkenaan pemberdayaan berada pada bagaimana mendekatkan dikotomi antara kepentingan privat dan publik lewat media kelembagaan (mega structures). Hal ini terjadi karena Barat mengidentifikasi realitas makro sebagai lembaga bersifat makro, obyektif serta politis (public sphere) baik berbentuk konglomerasi para pemilik modal, birokrasi, asosiasi tenaga kerja dengan skala besar, profesi terorganisir, dan lainnya. Masalahnya mega-structures tersebut cenderung mengalienasi dan tidak memberdayakan eksistensi individu (privat sphere). Untuk menjembatani hal tersebut diperlukan intermediasi privat-publik model kapitalisme. Lembaga mediasi (mediating institutions) di satu sisi memberi makna privat, tetapi di sisi lain mempunyai arti publik, sehingga mampu mentransfer makna dan nilai privat ke dalam pemaknaan struktur makro.
Hanya masalahnya liberalisme yang sekarang berevolusi menjadi neoliberalisme dan telah merambah Indonesia, mulai dari kebijakan sampai aksi konkritnya tidak bersesuaian dengan koridor intermediasi seperti itu. Seperti dijelaskan di muka bahwa neoliberalisme telah merasuk ke seluruh sendi-sendi perekonomian Indonesia. Faham liberal lebih mempertahankan hak-hak individu dan cenderung menegasikan bahwa privat sphere memiliki konsekuensi publik sphere. Bahkan lembaga intermediasi (seperti lembaga keagamaan, lembaga sosial-ekonomi termasuk koperasi) cenderung dipertentangkan bahkan digiring menjadi area privat sphere.
Ekonomi rakyat yang sejatinya dicoba untuk menjadi pola bebas dari substansi intermediasi dan dikotomi privat sphere dan publik sphere, seperti Koperasi, malah menjadi representasi kooptasi globalisasi dan neoliberalisme dan secara tidak sadar mematikan dirinya sendiri secara perlahan-lahan. Istilah ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, bukanlah kooptasi dan pengkerdilan usaha mayoritas rakyat Indonesia, tetapi merupakan kegiatan produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat.
Bentuk Koperasi jelas bukanlah lembaga intermediasi seperti logika modernitas dan kapitalisme. Sehingga treatment pengembangannya jelas harus unik dan memiliki diferensiasi dengan pengembangan koperasi di negara lain atau bahkan Barat. Bentuk koperasi yang unik tersebut sebenarnya telah didefinisikan secara regulatif oleh negara. Definisi koperasi dapat dilihat secara tekstual pada pasal 1 UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, yaitu sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Secara umum definisi tersebut memberikan gambaran bahwa koperasi merupakan bentuk dari gerakan ekonomi rakyat. Kekhasan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat adalah aktivitasnya dilandasi dengan asas kekeluargaan. Artinya, koperasi ala Indonesia memiliki dua kata kunci, ekonomi rakyat dan kekeluargaan. Mudahnya, koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat memerlukan definisi operasionalnya sendiri, sesuai realitas masyarakat Indonesia.
Untuk memperbaiki ekonomi nasional dengan cara reformasi sosial yang mendasar, “an effective development state”. “An effective development state” adalah suatu elit kekuasaan yang mempunyai sifat dan perilaku; (1) bebas dari kepentingan pihak manapun kecuali kepentingan rakyat banyak, (2) bebas dari godaan untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga dengan menggunakan kekuasaan yang dipegangnya, (3) mengatur suatu ideologi politik yang memihak rakyat banyak, pro keadilan, anti penindasan, anti feodalisme, nepotisme dan despotisme, menjunjung tinggi integritas, menghargai kerja nyata dan “committed” terhadap emansipasi kemanusiaan untuk semua orang, (4) tidak melaksanakan pemerintahan negara sebagai suatu “soft state”, yaitu suatu pemerintahan yang lemah dan tidak berani melaksanakan tindakan hukum terhadap segala bentuk penyimpangan yang menghambat proses transformasi sosial yang hakiki.
 
Berdasarkan data dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM, perkembangan koperasi di Indonesia tahun 2000 sampai dengan tahun 2008, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, pada tahun 2000 jumlah koperasi sebanyak 103.077 unit, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 155.301 unit atau meningkat 50,67%.
Dalam 1 tahun terakhir jumlah Koperasi Indonesia bertambah 126 unit, yaitu Koperasi Indonesia dengan status primer bertambah 119 unit dan Koperasi Indonesia yang berstatus sekunder bertambah 7 unit. Total Koperasi Indonesia primer tingkat nasional mencapai 873 unit dan Koperasi Indonesia sekunder menjadi 165 unit. Sedangkan total Koperasi Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia sebanyak 149.793 Koperasi. Secara Jumlah Koperasi Indonesia memang cukup fenomenal tetapi secara kualitas masih jauh dibawah usaha - usaha kapitalis jika dibandingkan dengan koperasi internasional Selain itu, dari hasil klasifikasi dan peringkatan, jumlah Koperasi Indonesia berkualitas di tahun 2008 mencapai 42.267 Koperasi Indonesia.
2001
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotan sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, yaitu per-November 2001, sebanyak 96.180 unit . 
2002
Jumlah Koperasi pada Akhir tahun 2002 sebesar 1.628 mengalami pertumbuhan sebanyak 151 unit atau 10,22 % dari tahun 2001 sebanyak 1.477 unit. 
Jumlah Anggota Koperasi pada akhir tahun 2002 sebanyak 142.470 orang mengalami peningkatan sebanyak 18.713 orang atau 15,12 % dari tahun 2001 sebanyak 123.757 orang. 
Jumlah modal sendiri pada akhir tahun 2002 sebesar Rp. 51.568.000.000,- mengalami kenaikan sebesar Rp. 84.000.000,- atau 0,16 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 51.484.000.000,-
Jumlah Modal luar pada akhir tahun 2002 sebesar Rp.39.412.000.000,- mengalami kenaikan sebesar Rp.9.111.000.000,- atau 30,06 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 30.301.000.000
Jumlah Asset pada akhir tahun 2002 sebesar Rp.90.980.000.000,- mengalami peningkatan sebesar Rp. 9.195.000.000,- atau 11,24 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 81.785.000.000,
Jumlah volume usaha pada akhir tahun 2002 sebesar Rp.116.485.000.000,- mengalami kenai-kan sebesar Rp. 3.115.000.000,- atau 2,74 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 113.370.000.000,-
Jumlah SHU pada akhir tahun 2002 sebesar Rp. 8.642.000.000,-mengalami kenaikan sebesar Rp. 92.000.000,- atau 1,07 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 8.550.000.000,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar